Jumat, 08 Maret 2013

makalah PUM I "ABNORMALITAS I"


 BAB I
PENDAHULUAN


1.1             Studi kasus
     X adalah seorang remaja madya yang saat ini sedang sekolah disuatu SMA Negeri. Sudah beberapa hari ini ia mempunyai kebiasaan aneh yang tidak bisa ia hentikan. Kebiasannya adalah mencuci tangannya lebih dari 10x dalam satu hari. Teman-temannya juga heran mengapa ia berperilaku seperti itu. Ketika ia berkonsultasi kepada psikolog sekolahnya ia baru tahu apa yang terjadi padanya. Psikolog menanyainya apa yang menyebabkannya seperti itu, lalu X mulai menceritakan kejadian apa yang sebenarnya ia lakukan. X adalah kakak dari A. Saat kecil keduanya pernah bertengkar, X tanpa sengaja mengambil gunting dan menorehkannya ke lengan adiknya,A. akibatnya lengan A terluka dan menyebabkannya cacat. peristiwa ini membuatnya bersalah dan ia terus menerus memikirkan kesalahannya ini (obsesif), dan tiap kali ia mengingatnya ia akan mencuci tangannya berulang-ulang.
   Berdasarkan cerita diatas, kita bisa melihat bahwa obsesif adalah pemikiran yang berulang dan terus-menerus. Sedangkan kompulsif adalah pelaksanaan dari pemikirannya tersebut. Perilaku ini merupakan ritual pembebasan dari dosa pada orang tersebut. dengan mencuci tangan ia berharap bisa membersihkan dari dosa yang telah ia perbuat. obsesif kompulsif ini biasanya cenderung pada perilaku bersih-bersih. Perilaku seperti ini sebenarnya banyak terjadi pada lingkungan kita tetapi, kita kadang malah menganggap perilaku ini wajar.


1.2             Latar belakang

Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity.
Abnormalitas merupakan suatu perilaku, pikiran, dan perasaan yang membahayakan individu  maupun orang lain. Bahaya yang akan terjadi berbagai macam bentuk, seperti:pengalaman yang tidak menyenangkan (cemas atau depresi), tidak mampu berfungsi dalam suatu pekerjaan, tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara baik dan mempunyai masalah kesehatan.
Perilaku abnormal merupakan tampilan dari kepribadian seseorang, dan tampilan luar atau tampilan atas kedua-duanya. Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola peilaku yang lebih mendalam. Perilaku abnormal juga merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer.
Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis berawal dari pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab tingkah laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat dengan perkembangan di abad ke-19 khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum. Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai terganggunya fungsi otak akibat pengaruh fisik atau kimiawi dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah laku.
Akan tetapi kita harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan tingkah laku abnormal, dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi sel saraf atau neuron untuk mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke neuron berikutnya dengan menggunakan zat kimia yang disebut neurotransmiter. Dengan ketidakseimbangan bio kimia otak inilah yang mendasari perspektif biologis munculnya tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi otak sudut pandang biologis juga memandang bahwa beberapa tingkah laku abnormal ditentukan oleh gen yang diturunkan serta kondisi psikis seseorang.
Beberapa contoh perilaku abnormal yaitu Anxiety disorders (gangguan kecemasan), somatoform disorders (gangguan somatoform), dan disosiatif disorders (gangguan disosiasi).
Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa hal diatas akan dijelaskan berikutnya  dalam makalah ini.

1.1            Rumusan masalah
1.      Apa itu abnormalitas?
2.      Bagaimana pandangan historis mengenai Abnormalitas?
3.      Apa itu gangguan kecemasan?
4.      Apa saja gejala-gejala umum gangguan kecemasan?
5.      Apa saja tipe-tipe gangguan kecemasan?
6.      Jenis terapi apa saja yang digunakan untuk penyembuhan gangguan kecemasan?
7.      Apa saja pencegahan yang bisa dilakukan untuk pencegahan gangguan kecemasan?
8.      Apa itu gangguan somatoform?
9.      Apa saja gejala-gejala gangguan somatoform?
10.  Apa saja tipe-tipe gangguan somatoform
11.  Bagaimana pandangan teoritis mengenai gangguan somatoform
12.  Jenis terapi apa saja yang digunakan untuk penyembuhan gangguan somatoform?
13.  Apa itu gangguan disosiasi?
14.  Apa saja gejala gangguan disosiasi?
15.  Apa saja tipe-tipe gangguan disosiasi?
16.  Bagaimana pandangan teoritis gangguan disosiasi?
17.  Jenis terapi apa saja yang digunakan untuk penyembuhan gangguan disosiasi?

1.2             Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui definisi abnormalitas
2.      Mengetahui pandangan historis mengenai abnormalitas
3.      Mengetahui definisi gangguan kecemasan
4.      Mengetahui gejala-gejala umum gangguan kecemasan
5.      Mengetahui tipe-tipe gangguan kecemasan
6.      Mengetahui jenis terapi yang digunakan untuk penyembuhan gangguan kecemasan
7.      Mengetahui cara pencegahan gangguan kecemasan
8.      Mengetahui definisi gangguan somatoform
9.      Mengetahui gejala-gejala umum gangguan somatoform
10.  Mengetahui tipe-tipe gangguan somatoform
11.  Mengetahui pandangan teoritis gangguan somatoform
12.  Mengetahui jenis terapi yang digunakan untuk menyembuhkan gangguan somatoform
13.  Mengetahui definisi gangguan disosiasi
14.  Mengetahui gejala-gejala umum gangguan disosiasi
15.  Mengetahui tipe-tipe gangguan disosiasi
16.  Mengetahui pandangan teoritis gangguan disosiasi
17.  Mengetahuijenis terapi yang digunakan untuk menyembuhkan gangguan disosiasi

1.3             Manfaat
Ada dua manfaat dari makalah ini, yaitu:
1.      Manfaat teoritis
Memberi sumbangan informasi berkaitan dengan materi abnormalitas
2.      Manfaat praktis
a)      Bagi mahasiswa semester 1 PSIKOLOGI, makalah ini dapat dijadikan panduan dalam mempelajari materi Abnormalitas
b)      Bagi publik, makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai konsep-konsep abnormalitas











BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian abnormalitas
Abnormalitas adalah suatu perilaku, pikiran, dan perasaan yang membahayakan individu  maupun orang lain. Bahaya yang akan terjadi berbagai macam bentuk, seperti:pengalaman yang tidak menyenangkan (cemas atau depresi), tidak mampu berfungsi dalam suatu pekerjaan, tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara baik dan mempunyai masalah kesehatan.
Perilaku abnormal merupakan tampilan dari kepribadian seseorang, dan tampilan luar atau tampilan atas kedua-duanya. Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola peilaku yang lebih mendalam. Perilaku abnormal juga merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer.                
2.2  Sejarah Psikologi Abnormal
Teori mangenai perilaku abnormal berkembang dalam beberapa periode sejarah, yaitu:
1)       Masa Demonologi Awal
            Berlaku pandangan bahwa makhluk jahat dapat menempati seseorang dan mengendalikannya sehingga seseorang mengalami sakit jiwa. Exorcism adalah pengusiran roh jahat dengan ritual seperti doa, suara gaduh, dipaksa minum cairan yang tidak enak, membuat menderita supaya roh jahatnya pergi. Masa Somatogenesis
2)      Masa somatogenesis
Menurut Hipocrates, penyakit jiwa disebabkan karena gangguan (kelainan) pada jasmani. Otak sebagai organ kesadaran berisi kehidupan intelek dan intuisi sehingga kalau perilaku (pikiran) seseorang menyimpang, berarti ada patologi di otak. Hipocrates mengklasifikasikan gangguan mental menjadi tiga golongan, yaitu mania, melancholia, phlegmatis. Hipocrates juga menyatakan bahwa fungsi otak yang normal serta kesehatan mental bergantung pada keseimbangan empat cairan tubuh:
·         Darah, jika tidak seimbang akan menyebabkan tempramen mudah berubah.
·         Empedu Hitam, jika tidak seimbang akan menyebabkan melancholia.
·         Empedu Kuning, jika tidak seimbang akan menyebabkan cemas dan mudah tersinggung.
·         Phlegma atau lendir, jika tidak seimbang akan menyebabkan seseorang menjadi lambat dan bodoh.
3)       Masa Orang Sakit Jiwa Dianggap Sebagai Tukang Sihir
Pada abad ke 13 di Eropa sedang berjangkit wabah dan masyarakat mencari kambing hitam yaitu "tukang sihir" sebagai penyebabnya sehingga mereka dianiaya bahkan dibunuh.

4)      Masa Perkembangan Asylum
Di Eropa sebelum abad ke 19, berjangkit wabah lepra. Penderita lepra ditempatkan di "leprosium", setelah wabah berhenti, tempat tersebut menjadi kosong lalu diubah menjadi "asylum", yaitu rumah penampungan penderita sakit jiwa.
-  Benjamin Rush (1745-1813) Bapak psikiater Amerika ini menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan terlalu banyak darah, maka secara periodik darah penderita "di kop".
 5) Masa moral treatment
Ditandai oleh perlakuan yang lebih moralis atau humanistik terhadap penderita gangguan jiwa.

     6)  Masa Mulainya Pemikiran Baru

- Wilhelm Griessinger Seorang dokter Jerman yang menyatakan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh sebab fisik, sesuai pandangan Somatogenesi Hipocrates.
- Emil Kraeplin Pada tahun 1883, Ia membuat klasifikasi tentang sifat-sifat organik dari gangguan jiwa. Menurutnya, pada penyakit jiwa ada kecenderungan sekelompok simptom. Setiap penyakit jiwa berbeda satu sama lain dalam hal asal usul, simptom, perjalanan penyakit dan akibatnya. Kraeplin membagi dua golongan besar penyakit jiwa:
·         Dementia Praecox atau schizophrenia karena ketidakseimbangan kimia
·         Psikosis Manik Depresif karena ketidakseimbangan metabolisme

7) Psikogenesis
            Di Eropa Barat, terutama Perancis dan Austria pada akhir abad 18-19, gangguan jiwa dianggap karena kerusakan fungsi psikologis dan waktu itu di Eropa banyak gangguan histerical atau histeria (sekarang disebut gangguan konversi). Mereka menderita ketidakmampuan fisik seperti buta atau lumpuh tanpa sebab kerusakan anatomis.
- Anton Mesmer Seorang dokter Austria yang berpendapat bahwa gangguan histeria disebabkan distribusi cairan magnetisme binatang dalam tubuh
- Marti Charcot Seorang neurolog Prancis menyatakan bahwa histeria disebabkan oleh aspek psikologis.
- Joseph Breur Seorang dokter Vienna menghipnotis orang yang terkena histeria serta membiarkan pasien melakukan katarsis.

2.3 Gangguan Kecemasan (anxiety disorders)
2.3.1 Pengertian
           
Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.

       Gangguan kecemasan diperkirakan diidap 1 dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu.


2.3.2 Gejala Umum Gangguan Kecemasan
1) Berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat
Kecemasan memicu otak untuk memproduksi adrenalin secara berlebihan pada pembuluh darah yang menyebabkan detak jantung semakin cepat dan memunculkan rasa berdebar. Namun dalam beberapa kasus yang ditemukan individu yang mengalami gangguan kecemasan kontinum detak jantung semakin lambat dibandingkan pada orang normal.

2) Rasa sakit atau nyeri pada dada
    Kecemasan meningkatkan tekanan otot pada rongga dada. Beberapa individu dapat merasakan rasa sakit atau nyeri pada dada, kondisi ini sering diartikan sebagai tanda serangan jantung yang sebenarnya adalah bukan. Hal ini kadang menimbulkan rasa panik yang justru memperburuk kondisi sebelumnya.

3) Rasa sesak napas
     Ketika rasa cemas muncul, syaraf-syaraf impuls bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak pernafasan, tarikan nafas menjadi pendek seperti kesulitan bernafas karena kehilangan udara

5)     Berkeringat secara berlebihan
       Selama kecemasan muncul terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi. Keringat yangmuncul disebabkan otak mempersiapkan perencanaan fight or flight terhadap stressor

     5) Kehilangan gairah seksual atau penurunan minat terhadap aktivitas seksual
     6)   Gangguan tidur
   7)  Tubuh gemetar
    Gemetar adalah hal yang dapat dialami oleh orang-orang yang normal pada situasi yang menakutkan atau membuatnya gugup, akan tetapi pada individu yang mengalami gangguan kecemasan rasa takut dan gugup tersebut terekspresikan secara berlebihan, rasa gemetar pada kaki, atau lengan maupun pada bagian anggota tubuh yang lain.

      8) Tangan atau anggota tubuh menjadi dingin dan bekeringat
9) Kecemasan depresi memunculkan ide dan keinginan untuk bunuh diri
    10) Gangguan kesehatan seperti sering merasakan sakit kepala (migrain).


2.3.3 Tipe-Tipe Gangguan Kecemasan
1. Fobia
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh benda, binatang ataupun peristiwa tertentu. sifatnya biasanya tidak rasional, dan timbul akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami individu. Fobia juga merupakan penolakan berdasar ketakutan terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak ada dasarnya.
Fobia simpel: sumber binatang, ketinggian, tempat tertutup, darah. Yang menderita kebanyakan wanita, dimulai semenjak kecil. Agorafobia: kata yunani, agora=tempat berkumpul, pasar. Sekelompok ketakutan yang berpusat pada tempat-tempat publik: takut berbelanja, takut kerumunan, takut bepergian. Banyak wanita yang menderita ini dimulai pada masa remaja dan permulaan dewasa.
Simtom: ketegangan, pusing, kompulsi, merenung, depresi, ketakutan menjadi gila. 90% dari suatu sampel: takut tempat tinggi, tempat tertutup, elevator.
Fobia dibedakan menjadi dua jenis,yaitu:
a. Fobia Spesifik
Ketakutan berlebih yang disebabkan oleh benda, atau peristiwa traumatik tertentu, misalnya: ketakutan terhadap kucing (ailurfobia), ketakutan terhadap ketinggian (acrofobia), ketakutan terhadap tempat tertutup (agorafobia), fobia terhadap kancing baju dan lain-lain.

b. Fobia Sosial
Ketakutan berlebih pada kerumunan atau tempat umum. ketakutan ini disebabkan akibat adanya pengalaman yang traumatik bagi individu pada saat ada dalam kerumunan atau tempat umum. misalnya dipermalukan didepan umum, ataupun suatu kejadian yang mengancam dirinya pada saat diluar rumah.

  1. Obsesif Kompulsif
      Obsesi adalah pikiran yang berkali-kali datang yang mengganggu, tampak tidak rasional, tidak dapat dikontrol dan mengganggu hidup. Obsesi dapat berbentuk keragu-raguan yang ekstrim, penangguhan tidak dapat membuat keputusan. pasien tidak dapat mengambil kesimpulan.
           Kompulsi adalah impuls yang tidak dapat ditolak mengulangi tingkah laku ritualistik berkali-kali. Kompulsi sering berhubungan dengan kebersihan dan keteraturan. Penderita merasa apa yang dilakukannya asing. Ada 5 bentuk obsesi, yaitu:
  • Kebimbangan yang obsesif: pikiran bahwa suatu tugas yang telah selesai tidak secara baik (75% dari pasien). 
  • Pikiran yang obsesif: pikiran berantai yang tidak ada akhirnya. Biasanya fokus pada kejadian yang akan datang (34% dari pasien).
  • Impuls yang obsesif; dorongan untuk melakukan suatu perbuatan (17%).
  • Ketakutan yang obsesi kecemasan untuk kehilangan kontrol dan melakukan sesuatu yang memalukan (26%)
  • Bayangan obsesif: bayangan terus menerus mengenai sesuatu yang dilihat (7%).
Ada 2 macam Kompulsif, yaitu:
  • Dorongan kompulsif yang memaksa suatu perbuatan: melihat pintu berkali-kali (61%). 
  • Kompulsi mengontrol: mengontrol dorongan kompulsi (tidak menuruti dorongan tersebut): mengontrol dorongan dengan berkali-kali menghitung sampai 10.
3. Post Traumatik-Stress Disorder (PTSD/ Gangguan Stress Pasca Trauma)
PTSD merupakan kecemasan akibat peristiwa traumatik yang biasanya dialami oleh veteran perang atau orang-orang yang mengalami bencana alam. PTSD biasnya muncul beberapa tahun setelah kejadian dan biasanya diawali dengan ASD, jika lebih dari 6 bulan maka orang tersebut dapat mengembangkan PTSD.
Simtom dan diagnosis: Akibat kejadian traumatik atau bencana yang tingkatnya sangat buruk: perkosaan, peperangan, bencana alam, ancaman yang serius terhadap orang yang sangat dicintai, melihat orang lain disakiti atau dibunuh. Akan berakibat tidak dapat konsentrasi, mengingat, tidak dapat santai, impulsif, mudah terkejut, gangguan tidur, cemas, depresi, mati rasa; hal-hal yang menyenangkan tidak menarik lagi, ada perasaan asing terhadap orang-lain dan yang lampau. Kalau trauma dialami bersama orang lain, dan yang lain mati: ada rasa bersalah, sering terjadi mimpi buruk atau gangguan tidur.

            Gangguan pasca trauma dapat akut, kronis atau lambat, trauma akibat orang, perang, serangan fisik atau penganiayaan berlangsung lebih lama daripada trauma setelah bencana alam. Simtom memburuk jika dihadapkan kepada situasi yang mirip. Dapat terjadi pada anak dan orang dewasa. Simtom pada anak: mimpi tentang monster atau perubahan tingkah laku. Riwayat psikopatologi pada keluarga memegang peranan penting
            Perlakuan: Dapat melalui terapi kelompok. Dengan cara ini penderita mendapatkan support dari teman-temannya.
4. GAD (Generalized Anxiety Desease: Gangguan Kecemasan Tergeneralisasikan)
            Tanda-tanda: kecemasan kronis terus menerus rnencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial). Ada keluhan somatik: berpeluh, merasa panas, jantung berdetak keras, perut tidak enak, diare, sering buang air kecil, dingin, tangan basah, mulut kering, tenggorokan terasa tersumbat, sesak nafas, hiperaktivitas sistem saraf otonomik. Merasa ada gangguan otot: ketegangan atau rasa sakit pada otot terutama pada leher dan bahu, pelupuk mata berkedip terus, bcrgetar, mudah lelah, tidak mampu untuk santai, mudah terkejut, gelisah, sering berkeluh. Cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan mendapatkan.serangan jantung, cemas akan mati. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, tidak dapat tidur, tidak dapat konsentrasi.

            Penyebab: Psikoanalitik: konflik antara impuls id dan ego yang tidak disadari.   Impuls itu seksual atau agresif → ingin keluar, dihalangi → tidak disadari → cemas. Teori belajar: kondisioning klasik dari rangsang luar. Kognitif behavioral: memfokus kontrol dan ketidakberdayaan.
5. Gangguan Panik
Tanda-tanda: sesak nafas, detak jantung keras, sakit di dada, merasa tercekik, pusing, berpeluh, bergetar, ketakutan yang sangat akan teror, ketakutan akan ada hukuman.

            Depersonalisasi dan derealisasi: perasaan ada di luar badan, merasa dunia tidak nyata, ketakutan kehilangan kontrol, ketakutan menjadi gila, takut akan mati. Terjadinya: sering, sekali seminggu atau lebih sering. Beberapa menit. Dihubungkan dengan situasi khusus, misalnya mengendarai mobil. Laki-laki 0,7 %, wanita 1%. 4 kali serangan panik dalam 4 minggu, Satu serangan diikuti ketakutan terjadinya serangan lagi paling sedikit 1 bulan. Serangan panik dapat diikuti agorafobia, 80% penderita panik juga menderita gangguan kccemasan yang lain. Sering juga ada depresi. Sering penyebabnya gangguan fisiologis, misalnya gangguan jantung.

2.3.4                            Terapi Gangguan Kecemasan
Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka. Dalam menangani gangguan kecemasan dapat melalui beberapa pendekatan:

1. Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau.
2.    Pendekatan-Pendekatan Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya

3. Pendekatan-Pendekatan Biologis
Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat-obatan untuk mengobati gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, Valium dan Xanax (alprazolam). Meskipun benzodiazepine mempunyai efek menenangkan, tetapi dapat mengakibatkan depensi fisik.
4. Pendekatan-Pendekatan Belajar
Inti dari pendekatan belajar adalah usaha untuk membantu individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi penyebab munculnya kecemasan tersebut. Ada beberapa macam model terapi dalam pendekatan belajar, diantaranya:

a. Pemaparan Gradual
Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui pendekatan setapak demi setapak dari pemaparan aktual terhadap stimulus fobik. Terapi ini sebagai terapi pilihan untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai pada penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu yang agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan tahap terberat tanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk menghindar
b. Rekonstruksi Pikiran
Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya. biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita fobia.
c. Flooding
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.
d. Terapi Kognitif
Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkan kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang dengan fobia sosial mungkin berpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam suatu pesta yang ingin bercakap-cakap dengannya dan bahwa mereka akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup mereka. Terapi kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiran mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara rasional
e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.

2.3.5 Pencegahan Munculnya Gangguan Kecemasan
1. Kontrol pernafasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual.
2.      Melakukan relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit.
3.      Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya adalah dengan sugestikan diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik.
4.      Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif.
Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.
5.      Pendekatan keluarga
Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya.

            6. Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri Anda.

2.4     Gangguan somatoform
2.4.1 Pengertian dan gejala
            Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis.
Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. 

2.4.2 Tipe-tipe gangguan somatoform
1) Pain Disorder
            Pada pain disorder, penderita mengalami rasa sakit yang mengakibatkan ketidakmampuan secara signifikan, faktor psikologis diduga memainkan peranan penting pada kemunculan, bertahannya dan tingkat sakit yang dirasakan. Pasien kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik. Diagnosis akurat mengenai pain disorder terbilang sulit karena pengalaman subjektif dari rasa nyeri selalu merupakan fenomena yang dipengaruhi secara psikologis, dimana rasa nyeri itu sendiri bukanlah pengalaman sensoris yang sederhana, seperti penglihatan dan pendengaran.
2) Body Dysmorphic Disorder
Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung. Wanita cenderung pula fokus pada bagian kulit, pinggang, dada, dan kaki, sedangkan pria lebih cenderung memiliki kepercayaan bahwa mereka bertubuh pendek, ukuran penisnya terlalu kecil atau mereka memiliki terlalu banyak rambut di tubuhnya (Perugi dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin. Ada pula yang menghindari cermin agar tidak diingatkan mengenai kekurangan mereka. Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Hal ini sangat mengganggu dan terkadang dapat mengerah pada bunuh diri, seringnya konsultasi pada dokter bedah plastik dan beberapa individu yang mengalami hal ini bahkan melakukan operasi sendiri pada tubuhnya.
BDD muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadia (Albertini & Philips daam Davidson, Neale, Kring, 2004)..
3. Hypochondriasis
Hypochondriasis adalah gangguan somatoform dimana individu diliputi dengan ketakutan memiliki penyakit yang serius dimana hal ini berlangsung berulang-ulang meskipun dari kepastian medis menyatakan sebaliknya, bahwa ia baik-baik saja. Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood.
4. Conversion disorder
Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukkan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Biasanya hal ini memungkinkan individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggung jawab atau individu sangat ingin mendapatkan perhatian.
Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Prevalensi dari conversion disorder kurang dari 1 %, dan biasanya banyak dialami oleh wanita. Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis I lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian (Binzer, Anderson&Kullgren, 1996;Rechlin, Loew&Jorashky, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
5. Somatization Disorder
Menurut DSM-IV-TR kriteria dari somatization disorder adalah memiliki sejarah dari banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun; memiliki 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala sexual, dan 1 gejala pseudoneurological. Gejala-gejala yang timbul tidak disebabkan oleh kondisi medis atau berlebihan dalam memberikan kondisi medis yang dialami.
Prevalensi dari somatiation disorder diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African American dan Hispani
. Pada pasien yang sedang menjalani pengobatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico. Somatizaton disorder biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
6) Sindrom Koro dan Sindrom Dhat
Sindrom koro itu adalah gangguan somatoform yang terkait budaya, ditemukan terutama di Cina, dimana orang takut bahwa alat genital mereka akan mengerut. Sindrom koro adalah kecemasan takut bahwa alat genitalnya akan mengerut. Tanda-tanda fisiologis kecemasan yang medekati proposi panic, mencakup keringat yang berlebihan , tidak dapat bernafas, dan jantung berdebar-debar.
Sindrom dhat adalah gangguan somatoform yang terkait budaya, ditemukan terutama di antara pria Asia India, yang ditandai oleh ketakutan yang berlebih akan kehilangan air mani. Pria dengan sindrom ini juga percaya bahwa air mani bercampur dengan urine dan dikeluarkan saat buang air kecil. Ada keyakinan yang tertersebar luas dalam budaya India yaitu bahwwa hilangnya air mani merupakan sesuatu yang berbahaya karena mengurangi energi mental dan fisik tubuh.

2.4.3 Pandangan Teoritis
a. Teori Psikodinamika
Freud mengembangkan teori pikiran yang mengancam atau yang tidak disadari. Freud meyakini bahwa ego berfungsi untuk mengontrol impuls seksual dan agresif yang mengancam atau tidak dapat diterima yang timbul dari id melalui mekanisme pertahanan diri seperti represi.
Simtom histerikal memiliki fungsi yaitu membrikan orang tersebut keuntunga primer dan sekunder, yaitu: Primer yaitu hilangnya kecemasan yang mendasar yang diperoleh dari berkembangnya simtom-simtom neurotic. Sedangkan sekunder yaitu keuntungan sampingan yang dihubungkan dengan gangguan neurotis atau lainnya, seperti ekspresi simpati, perhatian yang meningkat, dan terbebas dari tanggungjawab.
b. Teori Belajar
Teori psikodinamika dan teori belajar bahwa simtom-simtom dalam gangguan konversi dapat mengatasi kecemasan. Teoritikus psikodinamika mencari penyebab kecemasan dalam konflik-konflik yang tidak disadari. Perbedaan dalam pengalaman belajar dapat menjelaskan bahwa “mengapa secara histories gangguan konversi lebih sering dilaporkan oleh wanita daripada pria.
c. Teori kognitif
            Penjelasan kognitif lain berfungsi pada peran dari pikiran yang terdistorsi.

2.4.4 Terapi gangguan somatoform
            Dalam menangani gangguan somatoform dapat melalui beberapa pendekatan:
1)   Terapi untuk Somatization Disorder
Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dan obat-obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak
2)   Terapi untuk Hypochondriasis
Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis.Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan bias kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan. Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit
3) Terapi untuk Pain Disorder
-       Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita. 
-       Relaxation training
-       Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri
-       mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stress, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau ketidaknyamanan yang penderita rasakan.
2.5     Gangguan disosiatif
2.5.1 pengertian dan gejala
Gangguan disosiatif adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (di bawah kendali sadar) yang meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaanan segera (awareness    of identity and immediate sensations), serta control terhadap gerak tubuh.
Dalam penegakan diagnosis Gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengoordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.
       Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:
·         ingatan masa lalu
·         kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations) 
·         kontrol terhadap gerakan tubuh

2.5.2 Tipe-tipe gangguan disosiatif
1. Amnesia Disosiatif
Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres. Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.
Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.
Perkembangan Klinis amnesia disosiatif: 
·         Hilangnya daya ingat (sebagian / seluruh), biasanya mengenai kejadian-kejadian penting (stressful, traumatik) yang baru terjadi, tidak disebabkan gangguan mental organic, kelupaan, kelelahan, intoksikasi. 
·         Individu tiba-tiba menjadi tidak dapat mengingat kembali informasi personal yang penting (biasanya setelah mengalami beberapa peristiwa stressful). 
·         Selama periode amnesia, perilaku atau kemampuan individu mungkin tidak berubah, kecuali bahwa hilangnya memori menyebabkan beberapa disorientasi, tidak mengenali identitas (asal, teman, keluarga, dll) 
·         Hilangnya memori 
·         Bisa hanya untuk peristiwa tertentu atau seluruh peristiwa kehidupan 
·         Biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu, bisa beberapa jam sampai dengan beberapa tahun 
·         Memori biasanya kembali muncul secara tiba-tiba juga, lengkap seperti sebelumnya (hanya sedikit kemungkinan untuk kambuh) 
·         Hilangnya memori tidak sama dengan yang disebabkan oleh kerusakan otak atau karena ketergantungan obat.

2. Fugue Disosiatif
Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.
Perkembangan klinis Fugue Disosiatif: 
·         Gangguan di mana individu melupakan informasi personal yang penting dan membentuk identitas baru, juga pindah ke tempat baru. 
·         Individu tidak hanya mengalami amnesia secara total, namun juga tiba-tiba pindah (melarikan diri) dari rumah dan pekerjaan, serta membentuk identitas baru. 
·         Biasanya terjadi setelah seseorang mengalami beberapa stress yang berat (konflik dengan pasangan, kehilangan pekerjaan, penderitaan karena bencana alam). 
·         Identitas baru sering berkaitan dengan nama, rumah, pekerjaan bahkan karakteristik personality yang baru. Di kehidupan yang baru, individu bisa sukses walaupun tidak mampu untuk mengingat masa lalu. 

3. Gangguan Depersonalisasi
Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.
Perkembangan klinis gangguan Dipersonalisasi: 
·         Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman individu mengenai dirinya. 
·         Individu merasa “tidak riil” dan merasa asing terhadap diri dan sekelilingnya, cukup mengganggu fungsi dirinya. 
·         Memori tidak berubah, tapi individu kehilangan sense of self. 
·         Gangguan ini menyebabkan stress dan menimbulkan hambatan dalam berbagai fungsi kehidupan. 
·         Biasanya terjadi setelah mengalami stress berat, seperti kecelakaan atau situasi yang berbahaya. Biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis (dalam waktu yang lama).
4. Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.
Perkembangan Gangguan Indentitas Disosiatif: 
·      Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak belakang. 
  • Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori masing-masing. 
  • Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya periode waktu yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari kepribadian yang lain sering bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak diketahui milik siapa. 
  • Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan dengan kepribadian yang lain. 
  • Keberadaan pribadi-pribadi yang berbeda menyebabkan gangguan dalam kehidupan seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-obatan. 
  • Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak (adanya trauma berat di masa kanak-kanak), namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat dari bentuk gangguan disosiatif lainnya 
Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:
a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas
b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.

2.5.3 Pandangan-Pandangan Teoritis
Gangguan disosiatif merupakan fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik. Bagaimana perasaan seseorang akan identitas dirinya bisa menjadi sangat terdistorsi hingga orang tersebut membangun kepribadian ganda, kehilangan banyak potongan dari ingatan pribadi, atau membentuk sebuah identitas baru.
  1. Pandangan Psikodinamika
Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadaran akan pengalaman yang traumatis. Gangguan disosiatif melibatkan pengguna represi secara besar – besaran yang menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang menyakitkan dari ingatan seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan yang menggangu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat biseksual atau agresif. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan impuls – impuls yang tidak dapat di terima ini melalui pengembangan kepribadian pengganti. Pada depersonalisasi orang berada di luar dirinya sendiri aman dengan cara menjauhi dari pertarungan emosional di dalam dirinya.
  1. Pandangan Kognitif & Budaya
Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan oleh pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah– masalah tersebut secara negative dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau dengan memindahkan perasaan bersalah atau malu. 
  1. Disfungsi Otak
Perbedaan dari aktivitas metabolisme otak antara orang dengan gangguan depersonalisasi dan subjek yang sehat. Penemuan ini yang menekankan pada kemungkinan adanya disfungsi di bagian otak yang terlibat dalam persepsi tubuh, dapat membantu menjelaskan perasaan terpisah dari tubuh yang di asosiasikan dengan depersonalisasi.

2.5.4 Terapi gangguan disosiatif
Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.
Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.
Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien. Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989). Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
Terapi harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom. Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil. Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.

















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
1.    Abnormalitas adalah suatu perilaku, pikiran, dan perasaan yang membahayakan individu  maupun orang lain.
2.    Teori mangenai perilaku abnormal berkembang dalam beberapa periode sejarah, yaitu: Masa Demonologi Awal, Masa somatogenesis, Masa orang sakit jiwa dianggap sebagai tukang sihir. Masa perkembangan asylum, Masa moral treatment, Masa mulainya pemikiran baru, Masa psikogenesis
3.    Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
4.    Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis.
5.    Disosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas.
3.2 Saran-saran
            Bagi para mahasiswa diharapkan agar dapat memahami dengan baik konsep-konsep dan teori, karakteristik serta tipe-tipe abnormalitas, sehingga dapat membedakan antara perilaku abnormal dan normal. Setelah dapat membedakan antara perilaku abnormal dan normal, mahasiswa juga diharapkan untuk dapat mengontrol diri agar senantiasa berperilaku sehat dan normal baik secara mental maupun fisik dalam kehidupan sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C., Neale,John M., Kring,Ann M., Psikologi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Nevid S.Jeffrey dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT.Gelora Aksara
V. Mark Durank & Dvid H.Barlow.2006.Psikologi Abnormal. Jilid 1 dan 2.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Tomb, David. A. 2000. Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC